Sabtu, 03 Januari 2009

makalah bhs. indonesia

PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA

PERIODE 1970 1990

Dibuat dalam rangka perkuliahan Bahasa Indonesia dan disampaikan pada presentasi kelas pada tanggal 3 Desember 2008

.

Disusun Oleh :

Agus Wijaya

Lukman Bustomy

Roby Maulana Putra

Rahmat Imadudin

Reza Fauzi



116750645700l


KONSENTRASI GURU T I K

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah angkatan dan penulisan sejarah sastra Indonesia merupakan dua persoalan dalam satu wajah, yaitu persoalan sejarah sastra. Masalah angkatan tak lepas dari kaitannya dengan penulisan sejarah sastra Indonesia atau penulisan sejarah sastra tak dapat mengesampingkan pemecahan masalah angkatan dalam sastra Indonesia.

Sejarah sastra merupakan salah satu cabang studi sastra. Beberapa ahli membagi periodesasi serta pembagian angkatan pujangga-pujangga sastra yang berbeda-beda.

Pada penulisan makalah kelompok lima ini hanya akan membahas perkembangan, buah karya dan karakteristiknya beberapa sastrawan Indonesia modern periode 1970-1990 dan mencoba mengetengahkan karya sastra modern, baik dari segi bentuk maupun karakteristiknya serta sastrawan-sastrawan yang termasuk ke dalam angkatan sastrawan modern.

1.2 Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah yang akan kami bahas dalam pembahasan materi :

1. Sebutkan periodesasi sastra Indonesia menurut para ahli !

2. Jelaskan perkembangan sastra Indonesia modern periode 1970 sampai dengan 1990 !

3. Sebutkan ciri-ciri struktur estetika dan ekstra estetika sastra Indonesia modern periode 1970 sampai dengan 1990 !

4. Berikan contoh-contoh sastra Indonesia modern periode 1970 sampai dengan 1990 !

1.2.2 Batasan Masalah

Agar makalah ini lebih fokus pada pembahasan masalah, kami membatasinya dengan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Perkembangan buah karya sastra Indonesia modern periode 1970 sampai dengan 1990

2. Perkembangan karakteristik sastra Indonesia modern periode 1970 sampai dengan 1990

3. Sastrawan yang termasuk kedalam angkatan sastra Indonesia modern periode 1970 sampai dengan 1990

BAB II
SASTRA MODERN INDONESIA

2.1 Periode Sastra Indonesia

Seperti yang telah dikemukakan pada pembukaan bahwa penulisan makalah ini hanya akan membahas mengenai sastra modern.

- Periodesasi Nugroho Notosusanto

Sastra Indonesia dibagi menjadi dua bagian:

a. Sastra Melayu Lama

b. Sastra Indonesia Modern (dibagi menjadi 2 macam)

1. Masa kebangkitan (1920-1945)

a. Periode’20

b. Periode ‘30

c. Periode ‘42

2. Masa Perkembangan (1945-sekarang)

a. Periode ‘45

b. Periode ‘50

- Periodesasi Bakri Siregar

- Periode pertama sejak abad ke 20 sampai 1942

- Periode kedua sejak 1942 sampai 1945

- Periode ketiga sejak 1945 sampai 1950

- Priode 1950 sampai sekarang

Periode Bakri Siregar tidak mengemukakan ciri-ciri intrinsik karya sastra pada tiap-tiap periodenya.

- Periodesasi Ajip Rosidi

I. Masa kelahiran dan Masa Penjadian (1900-1945)

1. Periode awal hingga 1933

2. Periode 1933 sampai 1942

3. Periode 1942 sampai 1945

II. Masa Perkembangan (1945 hingga sekarang)

1. Periode 1945 sampai 1953

2. Periode 1953 sampai 1961

3. Periode 1961 sampai sekarang

- Periodesasi Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo

Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo hanya mengemukakan periodesasi yang mulai dari 1920 sampai sekarang yaitu sebagai berikut:

1. Periode Balai Pustaka (1920-1930)

2. Periode Pujangga Baru (1930-1945)

3. Peride angkatan 45 (1940-1955)

4. Periode angkatan 50 (1950-1970)

5. Periode angkatan 1970 (1965-sekarang)

2.2 Puisi Sastra Indonesia Modern Periode 1970-1990

Dengan munculnya penyair-penyair baru yang berbakat pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an timbullah periode sastra, khususnya puisi yang mempunyai corak dan ciri tersendiri. Para penyair muda menamakan dirinya angkatan 70 atau juga angkatan 80 (Rampan). Pada periode 1970 sampai 1990 ini terbit kumpulan-kumpulan puisi, baik puisi para penyair yang muncul sebelum tahun 1970 maupun sesudahnya. Penyair-penyair periode 1955 sampai 1970 masih menulis juga dan menerbitkan kumpulannya pada periode 1970 sampai 1990 ini, bahkan juga tokoh pujangga baru, St. Takdir Alisjahbana dan tokoh angkatan 45, Sitor Situmorang dan Moh. Ali. Para penyair yang tergolong periode 1955-1970 yang masih aktif dan produktif menulis puisi adalah Subagjo Sastrowardoyo, Ajip Rosidi, WS Rendra, Gunawan Mohamad, Supardi Djoko Damono, Taufik Ismail, Slamet Sukirmanto, dan Darmono Jt.

Dengan terbitnya sajak-sajak angkatan lama yang “estabilished” dan penyair baru yang memperkenalkan gaya baru, maka dalam periode 1970-1990 ini ada bermacam-macam ragam puisi.

Penyair wanita yang muncul pada tahun 1970-an adalah Rayani Sri Widodo, Upita Agustin. Sedangkan pada tahun 1980-an adalah Ida Ayu Galuh Pethak, Dorothea Rosa Herlianty, Abidah El-Khalieqi, dan Ulfatin Ch.

Isma Sawitri salah satu penulis sajak sejak tahun 1960-an sampai sekarang, yang berpredikat “terbaik” akan tetapi ia belum pernah membukukan hasil karyanya bahkan menulis namanya pun tak pernah sehingga kurang begitu dikenal seolah-olah namanya ditenggelamkan oleh Tuti Herawati.

2.2.1 Ciri-ciri Struktur Estetik Sastra Modern Periode 1970-1990

1. Puisi bergaya mantra. Puisi ini meggunakan sarana kepuitisan berupa: ulangan kata, prase, atau ulangan kalimat (baris-baris) berupa paralelisme, dikomplinasikan dengan hiperbola dan emimirasi untuk mendapatkan efek sebanya-banyaknya. Di samping itu, di eksploitasi hipografi dan sugesti. Juga dipergunakankata-kata yang secara lingustik tidak berarti, seperti suatu bunyi tak berarti, kata-kata diptus-putus, dibalik suku katanya secara metatetis, diulang berkali-kali suku katanya.semuanya itu untuk mendapatkan makna baru ( creating of meaning)

2. mempergunakan kata-kata daerah seara mencolok untuk memberi warna lokal dan ekspresifitas.

3. Mempergunakan asosiasi- asosiasi bunyi untuk mendapatkan makna baru.

4. Puisi- puisi imajisme menggunakan teknik pengucapan tak langsung berupa lukisan-lukisan gambaran angan (imaji-imaji) atau juga dipergunakan cerita kiasan ( alegori dan parable)

5. Gaya penulisan yang prosais, ini berhubungan dengan imajisme dan

6. Puisi lugu menggunakan teknik pengungkapan ide secara polos, dengan kata- kata selebral, kalimat- kalimat biasa atau polos.

Pada tahun 1970-an, muncul puisi “mbeling” yang dipelopori oleh Remy Silado. Puisi “mbeling” bergaya main- main, tidak serius dikenal pula dengan nama puisi lugu.

2.2.2 Ciri- ciri Ekstra Ekstetik Sastra Indonesia Modern Periode 1970-1990

1. Puisi mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung pada mistik atau sufistik

2. Cerita, lukisan yang bersifat alegoris atu parable sangat banyak

3. Sajak- sajak menuntut hak asasi manusia, kebebasan berbicara, hidup merdeka, bebas dari penindasan, menuntut kehidupan yang layak, bebas dari pencemaran teknologi (industri) modern, dan

4. Mengemukakan kritik sosial atas kesewenangan terhadap kaum lemah, dan kritik atas penyelewengan- penyelewengan.

Contoh puisi sastra indonesia modern tahun1970-1990

1. Salah satu yang bergaya mantra

Ibrahim Sattah:

DANDANDID

Maka adalah pasir

Maka adalah batu

Adalah bayang

Adalah air

Dan ini dan itu danengkau dan aku: DANDANDID

Disana pasir disini pasir, disana batu disini batu

Disana bayang disini bayang, disana air disini air

Maka adalah lengan

Terkapung dalam beragama dimana aku berada dan sebagaimana biasa akupun lupa sesuatu

Yang tak ku tahu:

Idandid indekandekid indekandekudeman idandid

Kaukah itu

Yang membasuh kaki yang membasuh bumi

Yang ada tak ada yang hilang tak hilang

Jauh tak jarak dekat tak sentuh

Di pasir di batu di bayang di air di sunyi di situ di sana

Di sini?

Ku raba hala-Mu

Ku sapa jua diriku

Kanak-kanak dan kupu-kupu

Yang di kaki-Mu itu DANDANDID

Idekandekid indekandekudeman indandid

1971

( Hai Ti, 1981 : 78 )

2. Puisi yang menunjukan kedaerahan

Darmanto JT.

RUMAH

Sang guru laki pad rabinya :

Rumah itu omah

Omah itu daro Om dan Mah

Om itu O, maknanya langit, maknanya ruang bersifat jantan

Mah artinya menghafap ke atas, maknaynya bumi

Maksudnya

Tanah bersifat betina

Jadi rumah adalah ruang pertemuan laki dan rabinya.

Karena ku panggil kau semah, karena kita serumah

Sapulah pelataran rumah kita bersih cemerlang

Supaya bocah-bocah dolan pada kerasan

Memanggil-manggil bulan dalam tetetmbanagn :

Mumpung gede rembulane

Mumpumg jembar kalangane

Suraka surak : Horee !

( Karto Iya Bilang Boten, 1981 : 25 )

3. Puisi yang menggunakan metafora ( displancing of meaning/ penggantian arti )

Dua belas ekor serigala

Muncul dari masa silam

Merobek-robek hatiku yang celaka

( W.S. Renra “ kuoanggil namamu “)

4. Puisi yang menggunakan metonimi ( distoring of meaning/ penyimpanagan arti)

Nonsense, bergaya mantra mistik dan sufistik.

Sutarji C. Bahri ( 1981 : 68 )

AMUK

Aku bukan penyair

Adku depan

Depan yang memburu

Membebaskan kata

Memanggil-Mu

Po pot pot

Pot pot

Kalu pot tak mau pot

Biar pot semua pot

Mencari pot

Pot

Hey kau dengar mantraku

Kau dengan kucing memanggil-Mu

Izukalizu

Papakazaba itasali

Tutulita

Apaliko aruka bazaku kodega zuzukalibu

5. Puisi yang menggunakan penciptaan (creting of meaning)

Penciptaan arti di luar lingustik.

Sutardji : ( 1981 :38 )

TRAGEDI WINKA DAN SIHKA

Kawin

Kawin

Kawin

Kawin

Kawin

Ka

Win

Ka

Win

Ka

Win

Ka

Win

Ka

Winka

Winka

sihka

sihka

sihka

sih

ka

sih

ka

sih

ka

sih

ka

sih

sih

sih

sih

sih

sih

Ka

Ka

2.3 Prosa Sastra Modern periode 1970 - 1990

Pada periode 1970-an, unsur sasrtra universal dan unsur-unsur sosial budaya daerah ( Nusantara ) secara serentak masuk kedalam “Sastra Indonesia Modern”. Semuanya membuat wujud Sastra Indonesia Modern berunsur daerah nasional dan universal dan bertentangan atau berpadu mewujudkan trasformasi budaya universal – daerah kedalam sastra nasional Indonesia modern.

Berikut beberapa judul, nama penulis serta tahun penerbitannya prosa sastra Indonesia modern periode 1970 – 1990 :

a. Prosa yang berlatarbelakang daerah

1. Sri Sumarah dan Bawuk, karya Umar Kayam ( 1975 )

2. Warisan, novel Chairul Harun ( 1979 )

3. Bako, karya Darma Munir ( 1983 )

4. Arjuna Mencari Cinta, karya Yudhistira ( 1977 )

b. Prosa yang berupa gabungan daerah – universal / Internasional

1. Kering, karya Iwan Simatupang ( 1972 )

2. Telegram, novel karya Putu Wijaya ( 1973 )

3. Godlob, cerpen karya Danario ( 1975 )

c. Prosa yang menceritakan keadaan negara asing ( Internasional )

1. Gairah untuk hidup dan mati, karya Nasjah Jamin ( 1976 )

2. Pada Sebuah Kapal, novel N.H. Dini ( 1973 )

3. Seribu Kunang-Kunang di manhattan, cerpen Umar Kayam ( 1972 )

4. Orang-orang Bloomington, cerpen karya Budi Darma ( 1980 )

Di samping itu, masih banyak lagi para penulis yang tak mungkin disebutkan satu persatu baik buah karyanya maupun penulisnya. Seiring dengan kemajuan zaman di bidang teknologi, ekonomi dan pendidikan, para sastrawan muda yang mungkin dapat disebut “sastrawan amateur” tumbuh dengan subur bagai jamur di musim hujan. Adakalanya pula para petinggi (pejabat) secara iseng, mengisi waktu senggang ataupun memang termasuk proffesional, manulis karya sastra dalam bentuk prosa atau puisi.

Seperi ilmuwan Prof. Dr. Ing. B.J Habibie menulis puisi yang berjudul “Sumpahku”. Pada saat ia berbaring karena sakit.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Secara teoritis, karya sastra terutama puisi pada masa kebangkitan terlebih pada era sastra Melayu, memiliki kaidah atau patokan tertentu, tidak sembarangan atau asal-asalan. Akan tetapi pujangga modern cenderung menciptakan karya-karya sastra kreasi baru dan apabila kita telaah banyak sekali perbedaan-perbedaan atau penyimpangan-penyimpangan jika dibandingkan dengan karya sastra sebelumnya. Nampaknya sastrawan generasi sekarang tidak mau dibatasi dengan aturan-aturan pola lama, mereka ingin bebas sebebas-bebasnya, mencurahkan idenya kedalam bentuk sastra yang mereka inginkan.

Bentuk sastra Indonesia menjadi campur baur antara corak budaya daerah, nasional dan internasional. Akibatnya transformasi (mungkin ekspansi) corak dan bentuk sastra Indonesia menjadi semu, kalau boleh mengatakan akan lahir “sastra Indo”, kemungkinan akan terjadi aliran (madzhab) sastra dan beberapa sastrawan yang akan mempertahankan budaya Indonesia termasuk di dalamnya Sastra Indonesia.

3.2 Saran

Apabila memperhatikan perbedaan yang terjadi antara karya-karya sastra pada masa dahulu dengan karya-karya sastra modern pada zaman sekarang, perlu adanya pelestarian terhadap kemurnian/keaslian sastra Indonesia, agar tidak terjadi pluralisme sastra Indonesia dengan sastra-sastra asing yang masuk ke Indonesia pada era globalisasi ini.

Besar harapan kami agar makalah ini dapat membantu kita untuk mengetahui tentang perkembangan sastra di Indonesia dan diharapkan kita tetap memelihara ciri khas/corak sastra Indonesia agar sastra Indonesia tetap terjaga dan tidak bercampur dengan budaya luar.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Rahmat Djoko Pradopo ( 2005 ) Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik dan Penerapannya, Jogyakarta : Gajah Mada University Press.

Prof. Dr. Rahmat Djoko Pradopo ( 2004 ) Prinsip-Prinsip Kritik Sastra, Jogyakarta : Gajah Mada University Press.

Dr. Dedi Supriadi ( 1996 ) Potret Kehidupan dan Kepribadian, Bandung : Lubuk Agung.

Ajip Rosidi ( 1969 ) Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, Bandung : Bina Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar